Kamis, 19 Oktober 2017

ANTIHISTAMIN



ANTIHISTAMIN

Tubuh memiliki zat kimia bernama histamin. Ketika ada zat-zat berbahaya seperti virus atau bakteri masuk ke dalam tubuh, histamin akan muncul dan bereaksi melawan zat tersebut. Perlawanan histamin melawan zat berbahaya ini bisa membuat tubuh mengalami peradangan atau inflamasi.
Namun, jika memiliki alergi, histamin tidak bisa membedakan mana zat berbahaya dan tidak. Hasilnya, ketika ada zat tidak berbahaya seperti makanan, debu, atau serbuk sari, tubuh tetap mengalami peradangan atau reaksi alergi. Beberapa contoh reaksi alergi yang terjadi seperti kulit gatal, memerah dan membengkak, pilek, bersin-bersin, mata bengkak dan lainnya.Obat antihistamin bisa menghentikan histamin dalam memengaruhi sel tubuh untuk mengeluarkan reaksi alergi tersebut. Biasanya, antihistamin jenis tablet dapat mulai bekerja dalam waktu setengah jam setelah diminum. Anda bisa merasakan efeknya secara maksimal setelah 1 – 2 jam dari waktu pengonsumsian.
Antihistamin adalah obat dengan efek antagonis terhadap histamin. Antihistamin terutama dipergunakan untuk terapi simtomatik terhadap reaksi alergi atau keadaan lain yang disertai pelepasan histamin berlebih. Semua antihistamin bermanfaat besar pada terapi alergi nasal, rhinitis alergika dan mungkin juga pada rhinitis vasomotor. Antihistamin mengurangi sekresi nasal dan bersin tetapi kurang efektif untuk kongesti hidung. Antihistamin topikal digunakan pada mata, hidung dan kulit.
Antihistamin adalah zat-zat yang dapat mengurangi atau menghalangi efek histamin terhadap tubuh dengan jalan memblok reseptor –histamin (penghambatan saingan). Pada awalnya hanya dikenal satu tipe antihistaminikum, tetapi setelah ditemukannya jenis reseptor khusus pada tahun 1972, yang disebut reseptor-H2,maka secara farmakologi reseptor histamin dapat dibagi dalam dua tipe , yaitu reseptor-H1 da reseptor-H2. Berdasarkan penemuan ini, antihistamin juga dapat dibagi dalam dua kelompok, yakni antagonis reseptor-H1 (sH1-blockers atau antihistaminika) dan antagonis reseptor H2 ( H2-blockers atau zat penghambat-asam).
Pada garis besarnya antihistamin dibagi dalam 2 golongan besar
  1. Menghambat reseptor H1 H1-blockers (antihistaminika klasik) Mengantagonir histamin dengan jalan memblok reseptor-H1 di otot licin dari dinding pembuluh,bronchi dan saluran cerna,kandung kemih dan rahim. Begitu pula melawan efek histamine di kapiler dan ujung saraf (gatal, flare reaction). Efeknya adalah simtomatis, antihistmin tidak dapat menghindarkan timbulnya reaksi alergi Dahulu antihistamin dibagi secara kimiawi dalam 7-8 kelompok, tetapi kini digunakan penggolongan dalam 2 kelompok atas dasar kerjanya terhadap SSP, yakni zat-zat generasi ke-1 dan ke-2.
  2. Menghambat reseptor H2. H2-blockers (Penghambat asma) obat-obat ini menghambat secara efektif sekresi asam lambung yang meningkat akibat histamine, dengan jalan persaingan terhadap reseptor-H2 di lambung. Efeknya adalah berkurangnya hipersekresi asam klorida, juga mengurangi vasodilatasi dan tekanan darah menurun. Senyawa ini banyak digunakan pada terapi tukak lambug usus guna mengurangi sekresi HCl dan pepsin, juga sebagai zat pelindung tambahan pada terapi dengan kortikosteroida. Lagi pula sering kali bersama suatu zat stimulator motilitas lambung (cisaprida) pada penderita reflux. Penghambat asam yang dewasa ini banyak digunakan adalah simetidin, ranitidine, famotidin, nizatidin dan roksatidin yang merupakan senyawa-senyawa heterosiklis dari histamin.
Mekanisme kerja histamine
      Menimbulkan efek ketika berinteraksi dengan reseptor histaminergik, yaitu reseptor H1, H2, dan H3
      Histamin berinteraksi dengan H1 menyebabkan sembab, pruritik, dermatis, dan urtikaria.
      Histamin berinteraksi dengan H2 menyebabkan peningkatan sekresi asam lambung yang menyebabkan tukak lambung
      Reseptor H3 yang terletak pada ujung syaraf jaringan otak dan jaringan perifer mengontrol sintesis dan pelepasan histamin, mediator alergi, dan perdangan.

Turunan etilendiamin (X= N)
      Obat golongan ini umumnya memiliki daya sedativ lemah. Antihistamin golongan ini antara lain antazolin, tripenelamin, klemizol , dan mepirin.
      Etilendiamin mempunyai efek samping penekanan CNS dan gastro intestinal. 
      Antihistamin tipe piperazin, imidazolin dan fenotiazin mengandung bagian etilendiamin.
      Pada kebanyakan molekul obat adanya  nitrogen kelihatannya merupakan kondisi yang diperlukan untuk pembentukan garam yang stabil dengan asam mineral.
      Gugus amino alifatik dalam etilen diamin cukup basis untuk pembentukan garam, akan tetapi atom N yang diikat pada cincin aromatik sangat kurang basis.
      Elektron bebas pada nitrogen aril di delokalisasi oleh cincin aromatik. 




Turunan propilamin (X = C)
·         Obat golongan ini memiliki daya antihistamin yang kuat. Antihistamin golongan ini antara lain feniramin, khlorpheniramin, brompheniramin, dan tripolidin.
  • Anggota kelompok yang jenuh disebut sebagai feniramin yang merupakan molekul khiral.
  • Turunan tersubstitusi halogen dapat diputuskan dengan kristalisaasi dari garam yang dibentuk dengan d-asam tartrat.
  • Antihistamin golongan ini merupakan antagonis H1 yang paling aktif.
  • Mereka tidak cenderung membuat kantuk, tetapi beberapa pasien mengalami efek ini.
  • Pada anggota yang tidak jenuh, sistem ikatan rangkap dua aromatik yang koplanar Ar – C = CH-CH2 - N  faktor penting untuk aktivitas antihistamin.
  • Gugus pirolidin adalah rantai samping amin tersier pada senyawa yang lebih aktif.
 


Turunan fenotiazin
·         Obat golongan ini memiliki efek antihistamin dan antikolinergik yang tidak begitu kuat, tetapi memiliki daya neuroleptik kuat sehingga digunakan pada keadaan psikosis. Selain itu juga memiliki efek meredakan batuk, maka sering dipakai untuk kombinasi obat batuk.
·         Atihistamin golongan ini antara lain prometazin, tiazinamidum, oksomemazin, dan metdilazin.

·

Turunan Kolamin (Eter Aminoalkil)

·         Senyawa-senyawa yang paling aktif mempunyai panjang rantai dua atom C. Kuarterinisasi nitrogen rantai  samping tidak selalu menghasilkan senyawa yang kurang aktif. 

·         Golongan ini mempunyai aktivitas antikolinergik nyata, yang mempertinggi aksi pengeblokan reseptor H1  pada sekresi eksokrin.

·         Efek samping pemakaian eter amino alkil tersier adalah mengantuk, sehingga dipergunakan sebagai pem-bantu tidur pada obat tanpa resep.

·         Golongan ini dapat mengganggu penampilan tugas pasien yang memerlukan ketahanan mental

 

Sumber :

http://www.alodokter.com/antihistamin-obat-pereda-reaksi-alergi
https://beritasepuluh.com/2013/11/10/obat-alergi-antihistamin-jenis-dan-efek-sampingnya/
http://pionas.pom.go.id/ioni/bab-3-sistem-saluran-napas-0/34-antihistamin-hiposensitisasi-dan-kedaruratan-alergi/341
http://studifarmasi.blogspot.co.id/2011/08/penggolongan-antihistamin.html
Wolff, M. E., 1995, Burger’s Medicinal Chemistry, Ed. III., John Wiley & Sons, California.
Block J.H. and Beale J.M.,  2008 , Wilson and  Gisvolds Textbook of Organic Medicinal and Pharmaceutical  Chemistry,  Ed. 11th, Lippincott  Willians &Wilkins, Toronto
Foye W.O., Lemke, T.L., Williams D.A., 2004,  Principles of  Medicinal Chemistry, 5th., Lea & Febiger, Boston
Siswandono & Bambang Sukardjo (ed), 2000, Kimia Medisinal,ed. 2, Airlangga University Press, Surabaya.


Pertanyaan :
1.      Apa saja turunan dari antihistamin?
2.      Obat antihistamin apa yang paling sering digunakan dan indikasinya?
3.      Apakah boleh menkonsumsi antihistamin tanpa resep dokter?
4.      Adakah kontraindikasi untuk obat antihistamin?
5.      Apakah obat antihistamin menyebabkan ketergantungan?
  1. Apakah perbedaan reseptor H1, H2, dan H3 ?
7.      Apakah turunan etilendiamin, kolamin, propilamin, dan fenotiazin memiliki mekanisme kerja yang sama?
8.      Dapatkah obat antihistamin dikombinasikan dengan obat lainnya?