ANTIHISTAMIN
Tubuh memiliki
zat kimia bernama histamin. Ketika ada zat-zat berbahaya
seperti virus atau bakteri masuk ke dalam tubuh, histamin akan muncul dan
bereaksi melawan zat tersebut. Perlawanan histamin melawan zat berbahaya ini
bisa membuat tubuh mengalami peradangan atau inflamasi.
Namun, jika
memiliki alergi, histamin tidak bisa membedakan mana zat berbahaya dan tidak.
Hasilnya, ketika ada zat tidak berbahaya seperti makanan, debu, atau serbuk
sari, tubuh tetap mengalami peradangan atau reaksi alergi. Beberapa contoh
reaksi alergi yang terjadi seperti kulit gatal, memerah dan membengkak, pilek,
bersin-bersin, mata bengkak dan
lainnya.Obat antihistamin bisa menghentikan histamin dalam memengaruhi sel
tubuh untuk mengeluarkan reaksi alergi tersebut. Biasanya, antihistamin jenis
tablet dapat mulai bekerja dalam waktu setengah jam setelah diminum. Anda bisa
merasakan efeknya secara maksimal setelah 1 – 2 jam dari waktu pengonsumsian.
Antihistamin adalah obat
dengan efek antagonis terhadap histamin. Antihistamin terutama dipergunakan
untuk terapi simtomatik terhadap reaksi alergi atau keadaan lain yang disertai
pelepasan histamin berlebih. Semua antihistamin bermanfaat
besar pada terapi alergi nasal,
rhinitis alergika dan mungkin juga pada rhinitis vasomotor. Antihistamin
mengurangi sekresi nasal dan bersin tetapi kurang efektif untuk kongesti
hidung. Antihistamin topikal digunakan pada mata, hidung dan kulit.
Antihistamin
adalah zat-zat yang dapat mengurangi atau menghalangi efek histamin terhadap
tubuh dengan jalan memblok reseptor –histamin (penghambatan saingan). Pada
awalnya hanya dikenal satu tipe antihistaminikum, tetapi setelah ditemukannya
jenis reseptor khusus pada tahun 1972, yang disebut reseptor-H2,maka secara
farmakologi reseptor histamin dapat dibagi dalam dua tipe , yaitu reseptor-H1
da reseptor-H2. Berdasarkan penemuan ini, antihistamin juga dapat dibagi dalam
dua kelompok, yakni antagonis reseptor-H1 (sH1-blockers atau antihistaminika)
dan antagonis reseptor H2 ( H2-blockers atau zat penghambat-asam).
Pada garis
besarnya antihistamin dibagi dalam 2 golongan besar
- Menghambat reseptor H1 H1-blockers (antihistaminika klasik) Mengantagonir histamin dengan jalan memblok reseptor-H1 di otot licin dari dinding pembuluh,bronchi dan saluran cerna,kandung kemih dan rahim. Begitu pula melawan efek histamine di kapiler dan ujung saraf (gatal, flare reaction). Efeknya adalah simtomatis, antihistmin tidak dapat menghindarkan timbulnya reaksi alergi Dahulu antihistamin dibagi secara kimiawi dalam 7-8 kelompok, tetapi kini digunakan penggolongan dalam 2 kelompok atas dasar kerjanya terhadap SSP, yakni zat-zat generasi ke-1 dan ke-2.
- Menghambat reseptor H2. H2-blockers (Penghambat asma) obat-obat ini menghambat secara efektif sekresi asam lambung yang meningkat akibat histamine, dengan jalan persaingan terhadap reseptor-H2 di lambung. Efeknya adalah berkurangnya hipersekresi asam klorida, juga mengurangi vasodilatasi dan tekanan darah menurun. Senyawa ini banyak digunakan pada terapi tukak lambug usus guna mengurangi sekresi HCl dan pepsin, juga sebagai zat pelindung tambahan pada terapi dengan kortikosteroida. Lagi pula sering kali bersama suatu zat stimulator motilitas lambung (cisaprida) pada penderita reflux. Penghambat asam yang dewasa ini banyak digunakan adalah simetidin, ranitidine, famotidin, nizatidin dan roksatidin yang merupakan senyawa-senyawa heterosiklis dari histamin.
Mekanisme
kerja histamine
• Menimbulkan efek ketika berinteraksi dengan reseptor histaminergik, yaitu
reseptor H1, H2, dan H3
• Histamin berinteraksi dengan H1 menyebabkan sembab, pruritik, dermatis, dan urtikaria.
• Histamin berinteraksi dengan H2 menyebabkan peningkatan sekresi asam lambung yang menyebabkan tukak
lambung
• Reseptor H3 yang terletak pada ujung syaraf jaringan otak dan jaringan perifer
mengontrol sintesis dan pelepasan histamin, mediator alergi, dan perdangan.
Turunan etilendiamin (X= N)
•
Obat
golongan ini umumnya memiliki daya sedativ lemah. Antihistamin golongan ini
antara lain antazolin, tripenelamin, klemizol , dan mepirin.
•
Etilendiamin
mempunyai efek samping penekanan CNS dan gastro intestinal.
•
Antihistamin
tipe piperazin, imidazolin dan fenotiazin mengandung bagian etilendiamin.
•
Pada
kebanyakan molekul obat adanya nitrogen
kelihatannya merupakan kondisi yang diperlukan untuk pembentukan garam yang
stabil dengan asam mineral.
•
Gugus
amino alifatik dalam etilen diamin cukup basis untuk pembentukan garam, akan
tetapi atom N yang diikat pada cincin aromatik sangat kurang basis.
•
Elektron
bebas pada nitrogen aril di delokalisasi oleh cincin aromatik.
Turunan propilamin (X = C)
·
Obat
golongan ini memiliki daya antihistamin yang kuat. Antihistamin golongan ini
antara lain feniramin, khlorpheniramin, brompheniramin, dan tripolidin.
- Anggota kelompok yang jenuh disebut sebagai feniramin yang merupakan molekul khiral.
- Turunan tersubstitusi halogen dapat diputuskan dengan kristalisaasi dari garam yang dibentuk dengan d-asam tartrat.
- Antihistamin golongan ini merupakan antagonis H1 yang paling aktif.
- Mereka tidak cenderung membuat kantuk, tetapi beberapa pasien mengalami efek ini.
- Pada anggota yang tidak jenuh, sistem ikatan rangkap dua aromatik yang koplanar Ar – C = CH-CH2 - N faktor penting untuk aktivitas antihistamin.
- Gugus pirolidin adalah rantai samping amin tersier pada senyawa yang lebih aktif.
Turunan fenotiazin
·
Obat
golongan ini memiliki efek antihistamin dan antikolinergik yang tidak begitu
kuat, tetapi memiliki daya neuroleptik kuat sehingga digunakan pada keadaan
psikosis. Selain itu juga memiliki efek meredakan batuk, maka sering dipakai
untuk kombinasi obat batuk.
·
Atihistamin
golongan ini antara lain prometazin, tiazinamidum, oksomemazin, dan metdilazin.
·
Turunan Kolamin (Eter Aminoalkil)
· Senyawa-senyawa yang paling aktif mempunyai panjang rantai dua atom C. Kuarterinisasi nitrogen rantai samping tidak selalu menghasilkan senyawa yang kurang aktif.
· Golongan ini mempunyai aktivitas antikolinergik nyata, yang mempertinggi aksi pengeblokan reseptor H1 pada sekresi eksokrin.
· Efek samping pemakaian eter amino alkil tersier adalah mengantuk, sehingga dipergunakan sebagai pem-bantu tidur pada obat tanpa resep.
· Golongan ini dapat mengganggu penampilan tugas pasien yang memerlukan ketahanan mental
Sumber :
http://www.alodokter.com/antihistamin-obat-pereda-reaksi-alergi
https://beritasepuluh.com/2013/11/10/obat-alergi-antihistamin-jenis-dan-efek-sampingnya/
http://pionas.pom.go.id/ioni/bab-3-sistem-saluran-napas-0/34-antihistamin-hiposensitisasi-dan-kedaruratan-alergi/341
http://studifarmasi.blogspot.co.id/2011/08/penggolongan-antihistamin.html
Wolff, M. E., 1995, Burger’s
Medicinal Chemistry, Ed. III., John Wiley & Sons, California.
Block J.H. and Beale J.M., 2008 , Wilson and Gisvolds Textbook of Organic Medicinal and
Pharmaceutical Chemistry, Ed. 11th, Lippincott Willians &Wilkins, Toronto
Foye W.O., Lemke, T.L., Williams
D.A., 2004, Principles of Medicinal Chemistry, 5th., Lea & Febiger,
Boston
Siswandono & Bambang
Sukardjo (ed), 2000, Kimia Medisinal,ed. 2, Airlangga University Press,
Surabaya.
Pertanyaan :
1. Apa
saja turunan dari antihistamin?
2. Obat
antihistamin apa yang paling sering digunakan dan indikasinya?
3. Apakah
boleh menkonsumsi antihistamin tanpa resep dokter?
4. Adakah
kontraindikasi untuk obat antihistamin?
5. Apakah
obat antihistamin menyebabkan ketergantungan?
- Apakah perbedaan reseptor H1, H2, dan H3 ?
7. Apakah
turunan etilendiamin, kolamin, propilamin, dan fenotiazin memiliki mekanisme
kerja yang sama?
8. Dapatkah
obat antihistamin dikombinasikan dengan obat lainnya?